Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 November 2017

BEST PRACTICE


MEMBANGUN BUDAYA LITERASI 
BERBASIS WORKSHOP
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SISWA DAN MENDORONG GURU MENJADI PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT
MELALUI WADAH KOMUNITAS
 PENDIDIK INDONESIA PELOPOR PERUBAHAN


Oleh
NINA KRISNA RAMDHANI, S.Pd, MM
Ketua dan Pendiri Komunitas PIPP


LATAR BELAKANG

            Cerita sukses (success story) ini saya tulis ketika saya mengikuti mata kuliah Manajemen Perubahan di kelas S3-A6 Kampus Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. Pada saat itu dosen menjelaskan bahwa kehidupan manusia dan organisasi selalu bergerak dan diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal. Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu. Perubahan adalah mengubah “cara berpikir kemarin” untuk tidak lagi dipakai dalam memecahkan masalah sekarang.
            Setelah mengikuti kuliah, saya melakukan refleksi. Selama 10 tahun menjadi guru, apakah saya sudah berubah? Perubahan apa yang sudah saya lakukan sebagai guru? Bagaimana cara mengajar saya? Apakah sudah mengajar mengunakan model baru? Atau masih mengajar dengan gaya lama?  Kesimpulan hasil refleksi, ternyata aku masih seperti yang dulu! Pantas saja pendidikan di Indonesia tak maju-maju.
            Sejak saat itu saya bertekad dalam diri ingin menjadi manusia baru. Ingin menjadi guru yang berubah. Ingin menjadi agent of change yang bisa memotivasi guru lain untuk bersama-sama berubah demi kualitas pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari sekarang.

MASALAH  

Diberlakukannya Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bukti pengakuan terhadap profesionalitas pekerjaan guru dan dosen semakin mantap. Terlebih lagi di dalam pasal 14 dan 15 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Bagi para guru pengakuan dan penghargaan di atas harus dijawab dengan meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Guru tidak selayaknya bekerja as usual seperti era sebelumnya, melainkan harus menunjukkan komitmen perubahan dan tanggung jawab yang tinggi. Setiap kinerjanya harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara publik maupun akademik. Untuk itu ia harus memiliki landasan teoretik atau keilmuan yang mapan dalam melaksanakan tugasnya mengajar maupun membimbing peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat prefessional judgement  yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat. Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian Tindakan Kelas.
Dewasa ini, dengan adanya sertifikasi guru, para pendidik dituntut untuk mampu meneliti. Tuntutan agar guru mampu meneliti semakin gencar dilakukan oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam Jabatan, dalam Instrumen Portofolio Sertifikasi Guru terutama komponen ke-7, guru disyaratkan memiliki Karya Pengembangan Profesi, di antaranya membuat KTI berupa PTK. Kebijakan tersebut amat strategis untuk merangsang dan menunjang tugas professional guru.
Oleh karena itu maka guru-guru di sekolah harus dapat meneliti di kelasnya sendiri dengan tujuan memperbaiki kualitas pembelajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sesungguhnya merupakan  implementasi dari kreativitas dan kekritisan seorang guru terhadap apa yang sehari-hari diamati dan dialaminya sehubungan dengan profesinya untuk menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
Namun, peluang yang baik bagi guru diatas bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan yang dapat penulis identifikasi diantaranya adalah: (1).  Masih banyak guru yang belum menyadari adanya masalah pembelajaran di kelas, (2). Masih banyak guru yang kurang sensitive terhadap masalah yang dihadapi oleh peserta didik, (3). Masih banyak guru yang tidak ada kemauan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran. (4). Masih banyak guru yang merasa sudah puas terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya, (5). Masih ada guru yang kurang peduli terhadap hasil belajar siswa dan berkeyakinan bahwa nilai siswa dapat direkayasa dengan mudah oleh guru, (6). Masih banyak guru yang malas memperbaiki kualitas pembelajarannya, dan merasa cara mengajarnya sudah baik, (7). Masih banyak guru yang belum mengenal PTK dengan baik, (8). Masih banyak guru yang belum pernah melakukan PTK sama sekali di kelasnya, (9). Masih banyak guru yang sudah memiliki PTK namun bukan dari hasil penelitian yang sesungguhnya, melainkan PTK hasil download di internet, (10). Masih banyak guru yang belum melakukan refleksi dan berpikir balik untuk melihat sisi lemah pembelajaran, (11). Masih banyak guru yang kurang mampu menguasai teknologi komputer, (12). Masih banyak guru yang alergi meneliti, phobia pada statistik dan perhitungan angka-angka (13). Masih banyak guru yang belum bisa menuangkan pengalaman mengajarnya yang berharga (best practice) dalam bentuk tulisan.

CARA MENYELESAIKAN MASALAH

Sebagai guru yang ingin berubah dan menjadi agen perubah,  penulis berinisiatif membuat sebuah wadah yang diberi nama “Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan” atau disingkat PIPP. Wadah ini bertujuan untuk memfasilitasi guru-guru yang ingin berubah, ingin belajar meneliti, ingin belajar menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya demi memperbaiki kualitas pembelajaran di kelasnya. Wadah kegiatan berbasis workshop ini pd dasarnya bertujuan menanggapi perkembangan iptek yg menuntut penyesuaian dan pengembangan profesional guru.  Melalui wadah ini para guru berkomunikasi, berkonsultasi, dan saling berbagi informasi serta pengalaman berharga (Best Practice) dalam bentuk karya tulis ilmiah. PIPP diharapkan mampu menjadi wadah vital yg profesional bagi guru untuk mereform dirinya agar mampu menyiapkan peserta didik yg tangguh, kreatif, kritis, dan terampil di zamannya.
Sejak resmi di bentuk pada tanggal 20 Januari 2016 dan berbadan hukum di Menkumham pada tahun 2017, PIPP telah sukses melatih guru sebanyak 500 orang dari  berbagai jenis pelatihan. Para change educators  tersebut hadir secara mandiri sukarela dari berbagai penjuru kecamatan di wilayah kabupaten Bogor. Mereka hadir berkorban waktu, tenaga, pikiran dan materi demi terwujudnya tujuan perubahan. 
Setidaknya ada 3 (tiga) tujuan yang ingin dicapai oleh para guru dalam mengikuti berbagai kegiatan workshop ini, yaitu:
1. Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Saya sering mendapat keluhan dari siswa dan mahasiswa perihal metode mengajar yang digunakan guru atau dosennya. Pada umumnya, keluhan itu berisi tentang dosen atau guru yang menggunakan metode konvensional atau ceramah sehingga membosankan para siswa atau mahasiswa. Mendapat keluhan itu, mestinya guru dan dosen merefleksikan pembelajarannya. Mungkin pendekatan, strategi, model, metode, atau media pembelajaran yang digunakan guru atau dosen dirasa siswa atau mahasiswa kurang menarik.
PTK merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi itu karena PTK bertujuan untuk memerbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Kualitas proses dapat ditingkatkan melalui pengubahan perilaku negatif siswa atau mahasiswa menjadi positif. Motivasi belajar yang tinggi tentu akan memengaruhi kualitas hasil. Kualitas hasil dapat dilihat pada perolehan nilai sehingga minimal mencapai batang ambang batas minimal atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Selain itu pelatihan INOBEL (Inovasi Pembelajaran) juga menjadi salah satu alternatif cara memperbaiki dan meningkatkan proses maupun hasil pembelajaran yang banyak diminati guru. Ada banyak jenis KTI sebenarnya jika guru ingin benar-benar mengelutinya secara serius.
2. Kredit Point untuk Kenaikan Pangkat.
Umumnya kepangkatan guru mentok di IVa atau Pembina. Jarang sekali guru berhasil memiliki pangkat IVe atau Guru Utama. Kondisi ini disebabkan keengganan guru untuk menulis karya ilmiah karena kenaikan pangkat dari IVa ke IVb memang diharuskan dilengkapi dengan karya ilmiah.
Berdasarkan peraturan terbaru, Permenneg PAN dan RB  No. 16/2009, pasal 17 tentang Jenjang Jabatan Fungsional Guru kebutuhan Angka Kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan adalah sebagai berikut:
 Maka, alangkah baiknya jika guru mulai menekuni aktivitas karya tulis ilmiah sejak dini. Sebenarnya penyusunan KTI tidaklah sesulit yang bayangan. Namun, sekali lagi, motivasi memang belum dimiliki oleh kebanyakan guru. Entah ketidaktahuan untuk memulainya atau memang kemalasan itu telah menjadi darah dagingnya. Menurut saya tidak ada istilah terlambat untuk memulai diri daripada tidak melakukan sama sekali. apakah seumur-umur guru hanya akan berada di kepangkatan rendah jika kesempatan masih terbuka lebar?
3. Membangun Budaya Meneliti dan Menulis
Konon kemampuan membaca dan menulis guru dan dosen di Indonesia masih tergolong lemah. Kondisi ini dapat dilihat dari minat baca dan membeli buku yang masih rendah. Jika sering membaca dan menulis, tentu otak akan selalu dipenuhi oleh ide-ide segar yang teramat berharga untuk pengembangan selanjutnya. Menulis dan merancang KTI tentu harus didukung oleh kegemaran membaca buku sebagai referensi.
 Membangun budaya meneliti guru yaitu dengan menulis berbagai jenis KTI.  Mengumpulkan data, mengolah data, sederhanakan data, analisis, dan refleksikan secara menyusun persiapan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang diikuti pelaksanaan observasi, mengolah data, menyederhanakan data, menganalisis dan mengkaji ulang atau refleksikan secara bersama-sama, dilanjutkan dengan penyusunan persiapan pembelajaran berikutnya. Begitu seterusnya. Maka kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan seperti ini sudah dikatakan bahwa guru telah membangun budaya meneliti.
Diharapkan pelaksanaan KTI tidak akan menjadi beban bagi guru, melainkan sebaliknya, ia akan menjadi media yang baik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa, lebih jauh diharapkan dapat menjadi media untuk peningkatan profesionalisme yang akan bermuara kepada kesejahteraan guru.

SIMPULAN
Saya dan kita semua berharap agar para pendidik di Indonesia mampu menunjukkan otonominya sebagai pekerja profesional. Guru yang professional salah satunya tercermin dari kemampuannya dalam membuat Karya Tulis Ilmiah. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki self confidence untuk  mempublikasikan hasil karyanya.
Untuk dapat mewujudkan itu semua, para pendidik butuh wadah yang dikelola secara professional agar semangat membangun budaya meneliti dan menulis berkembang dan terpelihara dengan baik. Wadah yang bukan hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi wadah yang membuka ruang kreativitas dan mengapresiasi produk-produk penelitian dan tulisan yang dihasilkan dalam kegiatan berbasis workshop.
Komunitas PIPP yang saya gagas dan saya bangun bukan milik saya pribadi, melainkan milik kita bersama. Karena majunya pendidikan di Indonesia mustahil dipikul oleh perorangan. Kita harus bergerak bersama-sama membangun sinergi dengan semangat perubahan menuju kualitas pendidikan yang lebih baik. Grand design PIPP adalah menjadikan para pendidik, para change educators, dari Sabang sampai Merauke dapat merubah mindsetnya tentang mengajar dan tentang pilihan hidupnya menjadi seorang pendidik.

PELAJARAN YANG DIPEROLEH

Jadilah guru pembelajar. Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan dimanapun. Guru pembelajar adalah guru yang semangat belajarnya 5W1H : Whatever, Whenever, Wherever, Whoever, Why and However.
Manfaatkan KKG/MGMP di wilayah kita masing-masing sebagai wadah mengUpgrade diri. Manfaatkan wadah-wadah pelatihan yang dikelola secara professional untuk mengembangkan profesionalisme guru.
Jangan berhenti dan merasa puas dengan capaian yang as usual, tapi  kembangkan kebutuhan untuk selalu memperbaiki diri secara terus-menerus (continous improvement) melakukan yang terbaik bagi peserta didik kita. Tumbuhkan rasa percaya diri bahwa guru adalah agent of change bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dan bahkan dunia.
           
PENUTUP

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan karya. Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari tulisan ini adalah : Jangan berhenti berkarya! Karena satu karya akan lebih bermakna dari seribu kata. Perlu disadari bahwa guru itu sangat kaya. Kaya dengan data, kaya dengan fakta, kaya dengan cerita. Manfaatkan kekayaan itu semua untuk dapat diolah menjadi ilmu pengetahuan yang akan berguna dan memberi inspirasi bagi banyak jiwa. Selamat berkarya!Selamat bergabung di Komunitas Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan!

Senin, 30 Oktober 2017

PEMBELAJARAN INTERAKTIF DI SEKOLAH DASAR

Oleh
Dra. NurKomariah, M.Pd

Pembelajaran interaktif merupakan sebuah model pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa, baik akademik maupun non-akademik. Pada pelaksanaannya melibatkan berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Di antaranya adalah tujuan, guru, siswa, media, dan penilaian.
Model ini berorientasi pada siswa, di mana siswa dilibatkan siswa secara langsung ( student centered). Model pembelajaran interaktif membuat siswa saling berinteraksi dalam berbuat dan berpikir yang mengasilkan umpan balik secara langsung terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hake, 1997:65).
Menurut Rosnelli (2009:85), Model pembelajaran interaktif merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif dengan guru, teman sekelasnya, dan media pembelajaran. Dengan demikian dapat menangani perbedaan individual siswa karena siswa dapat maju sesuai dengan kemampuannya tanpa harus menunggu teman sekelasnya. Proses pembelajarannya memungkinkan siswa untuk melakukan keleluasaan untuk belajar mandiri tanpa terganggu oleh yang lain dan mengikuti tes untuk setiap bahasan yang telah dipelajarinya dan terus maju sesuai dengan kemampuannya dengan bantuan arahan guru atau mengulang proses pembelajaran pada unit yang sama sampai mencapai penguasaan minimal sesuai target yang telah ditetapkan.
Pertanyaan adalah, “Apakah pembelajaran interaktif dapat diterapkan di sekolah dasar?”
Dari beberapa pendapat mengenai model pembelajaran interaktif di atas maka jawaban dari pertanyaan tersebut adalah “Ya.”
Dikatakan “Ya” jika model tersebut diterapkan tidak seidentik dengan yang diuraikan di atas. Penerapan di sekolah dasar dapat diterapkan hanya sebatas interaktif antara siswa dan guru, siswa dan siswa, siswa dan lingkungannya. Dengan kata lain penerapannya hanya sebatas hubungan aktif pada proses pembelajaran dan untuk memusatkan pembelajaran pada siswa.
Contoh pada pembelajaran Bahasa Indonesia tentang menulis karangan narasi. Pada proses pembelajaran tentu guru tidak serta merta menjelaskan apa itu karangan narasi, ciri-cirinya, dan langkah-langkah membuatnya tetapi guru hendaknya melakukan Tanya jawab dengan siswa tentang karangan narasi. Berikan keleluasaan pada siswa untuk berpikir kritis dan berdiskusi dengan teman sebangkunya. Biarkan siswa mengeksplor pengetahuan yang sudah dimilikinya. Tugas guru adalah menampung jawaban siswa kemudian memberinya penguatan.
Selanjutnya guru dapat memberikan beberapa jenis teks bacaan. Tugaskan siswa untuk membacanya. Berikan waktu yang cukup pada siswa agar mereka dapat menentukan mana teks wanaca narasi dari beberapa teks yang telah dibacanya. Berikan juga kesempatan untuk mendiskusikannya dengan teman sebangku atau mungkin dengan kelompoknya. Ketika siswa talah memilih teks yang dimaksud maka siswa tersebut diberikan kesempatan untuk mengemukakan alasannya. Dengan begitu akan terjadi interaksi yang aktif.

Contoh lain padapembelajaran Ilmu Pengetahuan alam. Kompetensi dasar mengenal jenis-jenis akar pada tumbuhan. Untuk mencapai kompetensi tersebut tentu guru seyogyanya menugaskan siswa membawa jenis-jenis tumbuhan. Biarkan siswa mengamatinya untuk dapat menjelaskan perbedaan antara tumbuhan satu dan lainnya. Guru hanya memandu siswa menuju suatu simpulan nama tumbuhan yang berakar tunggang mana yang berakar serabut.
Untuk sampai pada suatu simpulan tentu harus tercipta interaktif, baik dengan guru maupun antar siswa melalui kegiatan Tanya jawab. Selain itu juga interaksi dengan sumber belajar yang dalam hal ini adalah tumbuhan, berupa pengamatan langsung untuk menemukan indicator pencapaian kompetensi.
Melalui pola seperti di atas tampak jelas terjadinya interaksi dengan guru, siswa, dan media pembelajaran. Posisi guru hanya sebagai fasilitator karena yang lebih aktif adalah siswa. Artinya pembelajaran berpusat pada siswa. Sebatas itulah penerapan model pembelajaraninteraktif yang dapatdilakukan di jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya atau sekolah dasar regular. Pembelajaran dilakukan secara klasikal tidak secara individual. Siswa belajar bersama-sama dan selesai bersama-sama. 
Satukasus yang sering muncul di lingkungan sekolah dasar adalah siswa cendurung pasif saat pembelajaran. Sebagian besar siswa sekolah dasar siap menerima sejumlah materi bukan mendiskusikan materi pembelajar. Penyebab hal itu terjadi bukanlah siswa yang tidak mampu berinteraksi tetapi karena pola pembelajaran yang masih konvensinal. Pembelajaran berfokus pada guru. Dalam hal ini siswa merupakan objek pembelajaran.
Alternatif penyelesaian kasus di atas adalah guru perlu memahami fungsinya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu guru perlu berinovasi agar siswanya aktif dan interaktif di dalam kelas. Inovasi dimaksud adalah minimal  guru mampu menggunakan media dengan demikian pembelajaran interaktif dapat dilaksanakan.
Pembelajaran interaktif dapat dilakukan di sekolah dasar. Pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir anak dan karakteristik pembelajaran di SekolahDasar. Pada usianya antara 7 (tujuh) sampai dengan 13 (tiga belas) tahun yang masih senang bermain, senang berkelompok, dan banyak bergerak. Dengan demikian pembelajaran interaktif di sekolah dasar disajikan dengan serius tapi santai.Tentu saja dengan tidak mengurangi prinsip-prinsip yang terdapat di dalam pembelajaran tersebut.


Bogor, 20 Oktober 2017

Kamis, 26 Oktober 2017

GERAKAN LITERASI DARI BALIK GUNUNG

Oleh :
Nova Rahayuningsih, S.Pd. MM
Guru SDN Karyasari 01, Kec. Leuwiliang, Kab. Bogor

Membaca, menulis dan berhitung. Tiga hal tersebut merupakan kompetensi essensial kurikulum Sekolah Dasar (SD). Baik itu dulu, saat ini maupun kedepannya nanti. Ketiganya merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa-siswi SD. Ketika siswa SD sudah mampu membaca dengan lancar, menulis dengan baik dan berhitung dengan benar, maka guru dan sekolah layak menyandang predikat berhasil. Sebaliknya, ketika sudah hampir menamatkan SD siswa membaca masih terbata-bata, tulisannya masih seperti benang kusut dan berhitung masih sebatas satu ditambah satu sama dengan dua. Maka bersiaplah untuk menjadi guru dan sekolah tanpa kebanggaan.
Ketiga kompetensitersebut, kemampuan membaca adalah sebagai core competency (kompetensi inti). Mengapa demikian? Alasan pertama, membaca merupakan pintu ilmu pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan dikomunikasikan dan diarsipkan dalam bentuk tulisan. Itu artinya dibutuhkan kemampuan untuk membaca. Hanya dengan kemampuan membaca kita berpeluang mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Kedua, kehidupan tidak terlepas dari informasi. Informasi disampaikan dalam bentuk tulisan melalui media cetak, elektronik maupun digital. Informasi muncul dan berubah begitu cepat setiap saat. Siapa yang cepat mendapat dan tepat membaca informasi, mereka akan selangkah lebih cepat dalam kehidupan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Namun budaya membaca dan menulis tidak sebesar julukannya. UNESCO menyebut bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Lebih mengejutkan lagi hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menempatkan posisi budaya membaca dan menulis siswa Indonesia di urutan 57 dari 65 negara yang diteliti. Data empiris ini menunjukkan minat, perilaku serta budaya membaca dan menulis bangsa Indonesia sudah pada tataran mengkhawatirkan. Kondisi ini akan berdampak pada kecepatan kemajuan serta daya saing bangsa di era global. Secepatnya perlu kebijakan strategis dan upaya konkrit melalui upaya-upaya literasi.
Secara sederhana, literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Literasi mencakup kemampuan kognitif seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Lebih luas lagi pengertian literasi bukan hanya sekedar kegiatan membaca dan menulis. Literasi juga bermakna praktis dalam interaksi sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, danbudaya. Singkatnya, kemampuan literasi sangat diperlukan bagi kemajuan seseorang, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, upaya literasi yang sederhana, konkrit, sistematis serta sejak dini itu lebih dibutuhkan.
Sekolah Dasar (SD), memiliki peran yang sangat strategis bagi upaya literasi sejak dini. Peluang keberhasilannya sangat besar apabila mampu mengemas secara sederhana, konkrit dan sistematis. Akan sangat membekas dalam diri siswa SD. Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentangbudipekerti, dimanasalahsatu isinyaadalahpembiasaanmembaca 15 menitsebelum proses belajarmengajar di sekolah. Gerakan Indonesia MembacadanMenulis yang dicanangkan Badan Bahasa Nasional bulan Agustus 2015.Dan realisasi Permendikbud 23/2015 dengan program GerakanLiterasiSekolah adalah payung hukum dan energi setiap upaya literasi di tingkat sekolah.
Saatnya bagi SDN Karyasari 01 berbuat bagi upaya gerakan literasi. Kondisi sebagai sekolah binaan ASTRA semakin menguatkan upaya gerakan literasi. Psikologi siswa SD yang sangat menurut pada guru akan memberikan peluang yang besar untuk menumbuhkan budaya membaca dan menulis sejak dini. Guru bagi siswa SD adalah segalanya. Bagi siswa SD, kata guru mengalahkan kata orang tua, teman bahkan tokoh/idola imajinatifnya. Tinggal faktor guru. Mampukah guru merancang kegiatan literasi yang sederhana, konkrit serta menarik. Mampukah guru melaksanakannya secara sistematis. Bukan sekedar gerakan yang sesaat. Akhirnya mampukah guru membangun budaya literasi sejak dini.
Program literasi di SDN Karyasari 01, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hore aku pandai membaca dan menulis adalah serangkaian kegiatan fisik serta mental siswa atas bimbingan guru untuk memanfaatkan perpustakaan sekolah dan mengungkapkan
hasilnya di kelas dan sekolah secara lisan maupun tulisan. Dikatakan kegiatan fisik karena melibatkan aspek psikomotorik kasar maupun halus. Literasi merupakan proses mental karena membutuhkan kemampuan koqnitif  (nalar) serta afektif (sikap).
Membaca adalah kegiatan fisik. Memahami bacaan, menemukan isi, mengungkapkan kembali bacaan dengan bahasa dan tulisan sendiri adalah proses mental. Perpustakaan yang selama ini kebanyakan menjadi pelengkap dan pemanis sekolah harus diberdayakan. Jadikan perpustakaan sebagai tempat transaksi ilmu pengetahuan. Bukan sekedar museum atau bahkan gudang penyimpanan pengetahuan belaka. Kelas dan sekolah harus menjadi panggung mengekspresikan pengetahuan dan kemampuan. Agar tidak lupa dan literasi muncul sebagai kebiasaan. Semuanya tentu perlu sentuhan, bimbingan dan kreatifitas guru.  
Pandai membaca dan menulis di SDN Karyasari 01 pada prinsipnya memuat 3 komponen utama. Muatan literasi, pembiasaan literasi dan penguatan literasi. Muatan literasi adalan standar kecakapan literasi yang harus dicapai. Standar Kecakapan Literasi (SKL) tersebut terdiri dari :
  1. Kelancaran dalam membaca.
  2.  Penggunaan tanda baca dan intonasi dalam membaca.
  3. Kemampuan memahami isi bacaan.
  4. Mengungkapkan isi bacaan melalui bercerita dengan bahasa sendiri.
  5. Mengungkapkan isi bacaan dalam bentuk tulisan sederhana.
  6.  Memiliki kebiasaan, perilaku dan sikap gemar membaca dan menulis.
  7. Pembiasaan literasi dipilih sebagai kegiatan untuk pencapaian SKL. 
Pembiasaan literasi dirancang secara sederhana, menarik dengan memberdayakan perpustakaan sekolah. Pada kegiataan awal, siswa diarahkan memilih buku bacaan di perpustakaan sekolah yang disukainya. Catat judul buku, nama pengarang dan tidak boleh lupa tulis alasan mengapa tertarik dengan buku bacaan tersebut. Selanjutnya siswa harus menceritakan kepada beberapa temannya tentang buku bacaan pilihannya tersebut. Aktifitas ini dimaksudkan supaya siswa memiliki keberanian dan kemampuan mengkomunikasikan ide kepada orang lain. Pengulangan cerita kepada beberapa teman dimaksudkan untuk memunculkan pembiasaan.
Membaca menjadi upaya lebih lanjut memahami isi buku bacaan pilihan. Diperlukan kecermatan siswa dan waktu yang cukup. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengasah kemampuan memahami siswa. Proses mental yang melibatkan kemampuan koqnitif dan afektif. Membaca harus diakhiri dengan produk berupa ringkasan (resume) isi bacaan. Ringkasan dibuat sesingkat mungkin dengan bahasa siswa. Kesesuaian ringkasan dengan isi bacaan menjadi indikator terbentuknya koneksi membaca - memahami - mengekspresikan kembali.
Kelas menjadi ajang mengekspresikan kecakapan literasi. Arena menguji keberanian. Ada 2 produk pembiasaan literasi yang harus dikuatkan dengan cara ditampilkan.
Pertama, ringkasan buku bacaan pilihan sebagai produk/karya intelektual jurnalistik. Papan pajangan kelas dan pohon literasi menjadi media yang tepat bagi produk/karya intelektual jurnalistik ini. Rasa gembira saat membuat pohon literasi. Kepuasan, rasa dihargai dan bangga akan muncul. Lebih lanjut akan menumbuhkan motivasi berkarya bagi warga kelas. Produk kedua, kemampuan bercerita sebagai kemampuan mengkomunikasikan gagasan. Bercerita di depan kelas secara klasikal sebagai salah satu pilihan wahana kegiatan berekspresi. Ketika pada tahap pembiasaan siswa sudah dilatih bercerita kepada teman. Bercerita di depan kelas, menjadi tindak lanjut klasikal yang lebih luas dan memberi tekanan yang lebih besar. Rasa takut dan tekanan yang besar akanmendewasakan mental dan menguatkan keberanian siswa-siswi SDN Karyasari 01.

Jumat, 20 Oktober 2017

PEMBELAJARAN BERMAKNA

Oleh: Dra. Nur Komariah, M.Pd

Pengawas Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan bertujuan perubahan. Tentu perubahan yang dimaksud adalah yang baik. Dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mampu menjadi mampu, dan dari tidak berkarakter menjadi lebih berkarakter. Kegiatan tersebut dilakukan baik di lembaga formal ( sekolah) maupun di lingkungan social serta di rumah.
Pendidikan juga merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Dengan demikian pendidikan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Pertanyaannya, apakah untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan pembelajaran bermakna? Seperti apa pembelajaran bermakna itu?
Proses pendidikan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan jika kegiatan pembelajaran tidak dilakukan dengan benar. Pembelajaran yang dilakukan serampangan, missal tidak menggunakan perencanaan matang, tidak akan dapat mencapai tujuan. Apalagi jika disajikan oleh orang yang hanya mengerti tentang berbagai ilmu pengetahuan saja. Hal demikian akan terkesan hanya sekedar kegiatan mentransfer ilmu saja.
Pembelajaran  diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari  kata  dasar “ajar” yang  berarti petunjuk  yang  diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. 
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda.
Pembelajaran dikatakan bermakna apabila dilakukan oleh seorang yang professional. Ia faham akan apa yang harus dilakukannya di depan warga belajarnya. Tentu bukan merasa paling pandai di depan kelasnya. Bukan pula menganggap dirinya paling tahudan paling penting. Hal yang demikian itu hanya akan membawa warga pembelajar memperoleh ilmu saja, tidak memperoleh pengalaman belajar.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyusun rencana pembelajaran. Pada bagian ini pendidik dituntut trampil merancang langkah-langkah pembelajaran secara sistematis. Menjabarkan scenario pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar pada anak dan bukan hanya memberikan sejumlah materi atau bahan ajar untuk kepentingan ujian saja tetapi memberikan pengalaman belajar akan lebih bermakna.
Siswa bukan gelas kosong yang harusdi isi. Perumpamaan itu sangat tidak tepat. Jika ada guru yang beranggapan seperti itu, artinya ia belum faham tetang tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Pada jenjang pendidikan mana pun perlakukan siswa sebagai teman, relasi yang sudah memiliki pengetahuan atau tetang banyak hal. Tugas guru adalah mengembangkan pengetahuan yang sudah ada dan menambahnya sesuai kapasitas siswa itu sendiri.
Tentu penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan tepat sangat dibutuhkan. Proses pembelajaran yang miskin metode bahkan mungkin miskin alat peraga dan atau media pembelajaran akan berdampak kejenuhan pada siswa. Oleh karena itu keterampilan memilih dan menggunakan metode serta penggunaan alat peraga sangat berpengaruh pada hasil yang diperoleh.
Banyak sekali jenis metode atau model pembelajaran. Tidak sedikit alat atau media pembelajaran yang dimiliki sekolah. Permasalahannya adalah bagaimana guru menerapkan dan menggunakannya. Di sini guru dituntut terampil memilih dan menggunakan metode dan alat pembelajaran. Tentu bagi seorang guru professional hal itu tidak akan jadi masalah, bahkan mampu mengembangkannya.
Indikator lain sebuah pembelajaran dikatakan bermakna adanya interaksi antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik, maupun dengan media pembelajaran serta dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi ini akan bermakna jika dilakukan di lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenagkan. Di mana peserta didik tidak merasa tertekan dan terhindar dari kebosanan. Dibimbing oleh seorang guru yang faham akan tugasnya sebagai fasilitator bukan sebagai single aktor.
Pembelajaran bermakna menuntut siswa lebih aktif bukan hanya menghafal tetapi mampu menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada atau pernah diketahui sebelumnya. Untuk mencapainya guru sebagai pendidik berkewajiban menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan benar, baik penyusunan rencana, pelaksanaan, penilaian, dan pemberian tindak lanjut.


Senin, 16 Oktober 2017

MELENGKAPI KEPRIBADIAN DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh : Dra. Nur Komariah,M.Pd

Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor (Pengawas Sekolah Dasar)

         
Samakah kepribadian dengan karakter? Jawabnya tidak. Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang memiliki kepribadian berbeda-beda. Perbedaan itulah yang membuat manusia satu dan yang lainnya memiliki ciri. Kepribadian dibawa manusia sejak lahir, bukan dibentuk tetapi lebih bersifat bawaan. Lingkungan tidak mampu membentuk kepribadian sesorang tetapi mempengaruhi mungkin saja terjadi.
Ada empat jenis kepribadian, kepribadian yang cenderung koleris, yaitu pribadi yang lebih suka kemandirian, tegas, berapi-api, dan suka tantangan. Ada juga yang lebih cenderung sanguin; yaitu suka dengan hal praktis, ceria selalu, dan suka akan kegiatan social. Lain halnya dengan pribadi yang plegmatis, yang suka kerja sama, menghindari konflik tetapi tidak suka perubahan mendadak. Sedangkan pribadi yang melankolis memiliki cirri suka akanhal detil, menyimpan kemarahan, perfeksionis, dan akan isntruksi yang jelas serta menyukai kegiatan rutin.
Di atas ini adalah teori klasik tentang kepribadian. Banyak lagi berkembang teori baru yang tetang hal tersebut. Tidak jarang teori kepribadian digunakan sebagai alat tes bahkan sebagai alat pengukuran potensi manusia. Pertanyaannya adalah, apa yang menjadi pembeda antara kepribadian dengan karakter?
Karakter berkaitan dengan konsep moral, sikap moral, danperilaku moral. Ketigahal tersebut saling berkaitan satusama lain. Sesorang yang prilakunya bermoral tertentu disebabkan karena memiliki konsep dan sikap bermoral. Begitupun sebaliknya. Dengan demikian karakter itu bukan merupakan bawaan sejak lahir tetapi dibentuk oleh lingkungan. Karena itu untuk membentuk manusia berkarakter maka pendidikan berbasis karakter sangat dibutuhkan.
Secara sederhana pendidikan karakter diartikan sebagai suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang berlaku di lingkungannya. Hal tersebut diharapkan berdampak pada bagaimana seseorang menjalani hidupnya sebagai mahkluk sosial. Karenanya muncul sebuah pertanyaan, “Apakah membetuk karakter peserta didik merupakan kewajiban seorang pendidik?” Jawabannya adalah, “Ya.”
Kewajiaban tersebut bukan sertamerta dilakukan di waktu khusus seperti halnya sebuah pembelajaran. Akan tetapi pelaksanaannya include di dalam sebuah proses pembelajaran. Tidak dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu pendidikdi harapkan mampu merancang sebuah scenario pembelajaran yang di didalamnya mengusung pendidikan karakter.
Kata kuncinya adalah pendidik mampu merancang scenario pembelajaran berbasis pendidikan karakter. Bagamana caranya? Apakah cukup hanya dengan ditulis; karakter yang hendak dicapai kejujuran, disiplin, dan seterusnya? Tentu tidak. Penulisan hanyalah sebagai penanda, yang paling penting adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran. Di setiap kejadian sekecil apa pun, pendidik harus mampu mengkorelasikannya dalam sebuah nilai karakter. Contoh, seorang peserta didik tidak membawa pensil atau bolpoint kemuadian ia berusaha meminjam kepada temannya. Ada atau tidak ada yang meminjamkannya maka pendidik harus peka. Kejadian tersebut dapat diangkat sebagai contoh penerapan pendidikan karakter.
Sepintas terlihat sepele, tetapi penguatan yang dilakukan oleh pendidik.akan sangat berpengaruh pada karakter peserta didik. Dengan penguatan tersebut peserta didik akan memahami bagaimana seharusnya bersosialisasi, saling membantu, dan saling mengasihi.  Dengan demikian lambat laun akanter bentuk sebuah karakter yang diharapkan, meskipun mungkin dalam rencana pembelajaran tidak ditulis jenis-jenis karakter yang diharapkan dicapai.
Hal-hal sepele itulah yang jika terus menerus berulang akan membentuk sebuah karakter yang diharpakan. Yang paling penting bukan seberapa lama pendidikan karakter itu diimplementasian tetapi seberapa sering dilakukan. Dengan demikian maka sebuah pembiasaan lebih bermakna daripa dasebuah program yang apalagi jika tidak dilakukan. Kuncinya adalah pembiasaan. Bukan penyusunan programnya tetapi pelaksanaannya.
Pendidikan karakter, mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tetapi di rumahdan di lingkungan sosial. Bahkan pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup bangsa ini. Oleh karena itu membentuk karakter buan hanya tugas seorang pendidik, tetapi juga tugas orang tua dan lingkungannya.
Bayangkan persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orang tua masa kini. Anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumberdaya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan karakter yang baik. Sumber daya yang memiliki karakter kuat-lah yang akan mampu berlaga dalam persaingan abad 21.
Betapa pentingnya pendidikan karakter bagi kelangsungan hidup seorang anak manusia dalam menjalani kehidupannya kelak. Oleh karena itu pendidikan karakter merupakan harga mati yang harus diimplementasikan. Seorang anak manusia lahir dengan membawa kepribadiannya masing-masing. Tugas pendidik, masyarakat, dan orang tua melengkapinya dengan pendidikan karakter hingga mewujudkan karater yang baik melalui sebuah pembiasaan. 

Jumat, 13 Oktober 2017

MENUMBUHKAN BUDAYA BACA DIKALANGAN SISWA SD DENGAN TEKNIK SIMPUL TALI(SALINKAN, SIMPULKAN, TERANGKAN DAN LATIHKAN)

Oleh : Bahar Sungkowo S.Pd M.Pd

      Survey badan dunia UNESCO terhadap minat baca menjadi keprihatinan warga negara Indonesia. Betapa tidak angka yang ditampilkan mengejutkan siapa saja yang membacanya. Menurut UNESCO bahwa minat baca masyarakat, khususnya peserta didik di Indonesia adalah pada angka 0.001 persen. Data ini menerangkan bahwa dalam 1000 orang Indonesia yang memiliki minat baca hanyalah 1 orang saja.(dikutip dari http://gobekasi.pojoksatu.id. 17 Agustus 2017).

    Membaca kutipan diatas seakan memberikan tamparan keras kepada bangsa Indonesia, akan rendahnya semangat membaca dikalangan masyarakat. Angka statistiknya sangat memprihatinkan. Betapa tidak, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang mau atau tertarik dengan membaca. Pemerintah Indonesia juga prihatin dengan kenyataan ini. Gerakan Literasi Nasional yang dimotori oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, secara resmi mencanangkan Gerakan Membaca Buku 10 menit oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan , Anis Baswedan pada tanggal 20 Mei 2015. Gerakan ini wajib dilaksanakan di sekolah-sekolah dengan memberikan kesempatan selama 10 menit bagi siswa membaca buku. Hingga saat ini, sekolah diseluruh Indonesia tetap melaksanakan gerakan membaca selama 10 menit, bahkan lebih dari 10 menit sebelum belajar atau pulang sekolah.

    Tahun 2017 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mencanangkan gerakan guru menulis sebagai bentuk mensukseskan gerakan literasi. Dengan semboyan SAGUSABU (Satu Guru Satu Buku), Kemendikbud mengadakan workshop Literasi bagi guru-guru di seluruh Indonesia.
Namun tetap kita sadari, bahwa kesuksesan gerakan literasi Nasional dengan gerakan minat baca tidak akan berhasil, jika belum menyentuh pagadigma ataupun mindset dikalangan siswa. Pertanyaannya bagaimana membangun keterampilan membaca cepat dan memudahkan pemahaman apa yang dibaca sehingga siswa dapat mengambil AMBAK (Apa Manfaat Bagiku) bacaan yang aku baca. Siswa dapat memiliki keterampilan : Baca cepat, salin inti materi bacaan, simpulkan dengan benar, terangkan dan berlatih memahamkan bacaan untuk menguatkan pemahaman dari bacaan tersebut. Dengan demikian, AMBAK membaca sangat dirasakan siswa dan membantu menguasai bahan (materi) bacaannya.

      Penulis sebagai seorang guru pendidikan dasar menemukan sebuah teknik dalam meningkatkan minat baca dengan teknik Simpul Tali. Simpul tali adalah akronim dari Sim (salin inti materi) pul (simpulkan) Ta (terangkan) li (latihkan). Simpul tali merupakan sebuah kegiatan atau Drill (pengulangan) agar siswa mampu mengambil manfaat dari membaca, sehingga meningkatkan minat membaca.  Simpul tali yang dirancang oleh penulis, dipraktekkan penggunaanya pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Pangkalan di Desa Babakan Jaya Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi. Sebanyak 30 Siswa-siswi menerapkan teknik Simpul tali ini. Penulis menjelaskannya sebagai berikut :

  1. Siswa dikelompokkan menjadi enam kelompok yang kelompoknya beranggotakan 5 orang. Setiap kelompok diberikan 5 naskah cerita pendek tentang cerita rakyat Kalimantan yakni Batu menangis. Setiap siswa diinstruksikan memegang naskah cerita, lalu dipersilahkan membaca dengan waktu baca 5 menit. Bagi yang membaca kurang dari 5 menit mendapat kategori baik, tepat 5 menit kategori cukup dan diatas 5 menit kategori kurang.
  2. Setelah membaca siswa diberikan kartu kosong sebanyak 5 kartu, lalu secara kelompok mereka diberikan kesempatan berdiskusi untuk menyalin inti cerita sesuai dengan paradigma pemahamannya masing-masing. Hasil diskusi menuliskan 5 kesimpulan inti cerita yang dibacakan secara sendiri-sendiri, sehingga setiap individu kelompok memberikan inti ceritanya masing-masing. Waktu mengerjakan ditetapkan 7 menit. 
  3. Setelah menghasilkan 5 inti materi cerita rakyat, lalu kelompok-kelompok siswa diberikan 3 kartu kembali yang harus dituliskan dengan 3 kesimpulan cerita rakyat Batu menangis. Kemudian mereka diberi waktu 5 menit untuk menentukan kesimpulan cerita. Laku siswa diminta untuk menentukan dua pendongeng yang akan berkeliling ke kelompok lainnya untuk mendongengkan kesimpulan cerita rakyat batu menangis, sementara yang tiga orang lagi sebagai mencacat dongeng. Setelah semuanya kelompok siap dengan kesimpulan, siap dengan 2 orang pendongeng dan 3 orang mendengar dongeng, misi menerangkan dimulai.
  4. Dengan teknik berkeliling kelompok, maka secara melingkar para pendongeng menjelaskan inti materi sesuai sudut pandang nya masing-masing. Karena estafet dan berkeliling sehingga masing-masing pendongeng kembali ke kelompoknya , maka pendengar dimasing-masing kelompok dapat mencatat versi 12 kesimpulan cerita. Kedua belas kesimpulan ini memperkaya pemahaman siswa dalam memahami cerita rakyat batu menangis dan menguatkan minat baca siswa.
  5. Tahap terakhir adalah latihkan. Latihkan ini dilakukan dengan bermain Kwartet cerita rakyat Indoensia atau Kwartet Ceria. Masing-masing kelompok diberikan kwartet untuk dimainkan dikelompok berkaitan dengan seputar cerita rakyat Indoensia, khususnya batu menangis. Nah dengan bermain kwartet akan memberikan kesenangan dan minat baca siswa. Seluruh rangkaian teknik simpul tali dilakukan selama 3 kali pertemuan, dengan respon yang menarik, mudah dan menyenangkan.
       Teknik simpul tali yang ditemukan penulis dalam mengupayakan peningkatan minat baca dengan tolok ukur mamahami bacaan perlu pembuktian kongkrit ketercapaian prosesnya. Bertolak dari seberapa besar pemahaman siswa sebagai tolok ukur minat membaca siswa maka perlu dicantumkan hasil pretes pemahaman baca sebelum menggunakan simpul tali dengan setelah menggunakan simpul tali. Berikut hasil penghitungan nilai pemahamanan membaca sebelum menggunakan simpul tali dengan menggunakan simpul tali sebagai berikut :

  1. Hasil awal (pretes) didapatkan dari 30 siswa SD kelas IV dengan mengerjakan soal sebanyak 10 soal didapatkan nilai sebagai berikut : Siswa yang mendapatkan nilai diatas 60 adalah 10 siswa atau sekitar 33.3 % , siswa yang mendapatkan nilai sama dengan 60 adalah sebanyak 5 siswa atau sekitar 16.7 % . dan siswa yang mendapatkan nilai dibawah 60 sebanyak 15 siswa atau sebesar 50 %. Adapun nilai tertinggi sebesar 80 dan nilai terendah adalah 30 dengan jumlah total  1730  dan rata-rata sebesar  57.7.        .
  2. Hasil midtes  (pertengahan) didapatkan dari 30 siswa SD kelas IV dengan mengerjakan soal sebanyak 10 soal didapatkan nilai sebagai berikut : Siswa yang mendapatkan nilai diatas 60 adalah 15  siswa atau sekitar 50 % , siswa yang mendapatkan nilai sama dengan 60 adalah sebanyak 8 siswa atau sekitar 26.6 % . dan siswa yang mendapatkan nilai dibawah 60 sebanyak 7 siswa atau sebesar 23.4 %. Adapun nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah adalah 50  dengan jumlah total    2045  dan rata-rata sebesar   67.1
  3. Hasil post tes (tes akhir) didapatkan dari 30 siswa SD kelas IV dengan mengerjakan soal sebanyak 10 soal didapatkan nilai sebagai berikut : Siswa yang mendapatkan nilai diatas 60 adalah 22  siswa atau sekitar 73.3 % , siswa yang mendapatkan nilai sama dengan 60 adalah sebanyak 4 siswa atau sekitar 13.3 % . dan siswa yang mendapatkan nilai dibawah 60 sebanyak 4  siswa atau sebesar 13.4  %. Adapun nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah adalah  50   dengan jumlah total 2320  dan rata-rata sebesar  77.3

     Dari data pengambilan kemampuan memahami teks bacaan cerita rakyat , maka dapat disimpulkan bahwa , siswa kelas IV SD Negeri Pangkalan desa Babakan Jaya Kecamatan Parungkuda dalam menumbuhkan minat baca menggunakan teknik simpul tali dapat dikatakan meningkat dengan cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai dari pretes, midtes dan post tes. Peningkatanrata-rata sebesar 9.4 dari pretes ke post tes dan peningkatan sebesar 10.2 dari midtes ke pos tes. Kedua peningkatan ini menandakan teknik Simpul tali dapat digunakan untuk meningkatkan minat baca siswa sekolah dasar.

      Teknik simpul tali ini masih perlu dikembangkan untuk menghasilkan teknik yang baik dan sempurna. Untuk itu penelitian – penelitian selanjutnya akan diupayakan sehingga hasil-hasil peningkatan yang terjadi sebagai hasil dari perlakuan penelitian semakin valid dan reliabel.
Akhirnya tiada gading yang tak retak, penulis memohon saran dan masukan pembaca demi kebermanfaatan teknik simpul tali dalam menumbuhkan minat baca dikalangan siswa sekolah dasar. Salam, guru Mulia Karena Karya.

Penulis adalah guru IPS SMP Internat Al-Kausar Kabupaten Sukabumi Jawa-Barat

Email : bsungkowo290304@gmail.com

Gamabar ilustrasi diambil dari http//www.siapbelajar.com

Rabu, 11 Oktober 2017

BUDAYA JEPANG

Untuk menjadi bangsa yg maju dan besar...contohlah Jepang. Beberapa Hal Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Jepang :

Apakah anda tahu :
1. Anak-anak Jepang membersihkan sekolah mereka setiap hari selama seperempat jam dengan para guru , yang menyebabkan munculnya generasi Jepang yang sederhana dan suka pada kebersihan.

2. Setiap warga negara Jepang yang memiliki anjing harus membawa tas dan tas khusus itu berguna mengambil kotoran piaraan mereka , karena mengatasi kebersihan adalah bagian dari etika Jepang.

3. Pekerja kebersihan di Jepang disebut " insinyur kesehatan " dan mendapatkan gaji setara Rp.50 Juta/bulan , dan dalam perekrutannya menjalani tes tertulis dan wawancara.

4. Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti di Indonesia , dan mereka sering terkena gempa bumi . tetapi itu tidak mencegah Jepang menjadi Negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.

5. Siswa Jepang  dari tahun pertama hingga tahun keenam primer harus belajar etika dalam berurusan dengan orang-orang.

6. Masyarakat Jepang meskipun adalah salah satu negara dengan Pendapatan tertinggi di dunia, tetapi mereka tidak memiliki pembantu. Orang tua bertanggung jawab atas rumah dan anak-anak.

7. Tidak ada tes ujian dari tingkat pertama sampai tingkat ke tiga ( Setara SD kelas 1 sampai SD Kelas 3 , karena tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan konsep dan pembentukan karakter, bukan hanya tes dan indoktrinasi.

8. Jika Anda pergi ke sebuah restoran prasmanan di Jepang Anda akan melihat orang-orang yang hanya makan sebanyak yang mereka butuhkan tanpa limbah apapun. Tidak ada sisa2 makanan.

9. Tingkat keterlambatan kereta di Jepang adalah sekitar 7 detik per tahun! Mereka menghargai nilai waktu, sangat tepat waktu untuk menit dan detik.

10. Jika anda bertanya kepada mereka " Apakah arti pelajar ? " Mereka akan Menjawab " Pelajar adalah masa depan Jepang ".

PENGERTIAN DAN RAGAM PUISI

Oleh : Pujangga Kelana

Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra mengungkapkan pikiran serta perasaan penyair secara imajinatif serta disusun dengan mengonsentrasikan kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian pada struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi menekanan pada segi estetik suatu bahasa serta penggunaan pengulangan, meter dan rima. Cara membedakan puisi dan prosa biasanya dari jumlah huruf serta kalimat Puisi umumnya lebih singkat dan padat,

Beberapa ahli modern memiliki pendekatan lain dalam mendefinisikan puisi yaitu tidak sebagai jenis literatur tetapi sebagai sebuah perwujudan dari imajinasi manusia, yang menjadi sumber dari segala kreativitas. Selain itu pada puisi juga terdapat curahan dari isi hati seseorang yang membawa orang lain ikut masuk ke dalam keadaan hati penyairnya

Jenis-Jenis Puisi 
Puisi dibedakan menjadi 2, yaitu : 
1.      Puisi lama
2.      Puisi baru

Pengertian Puisi Lama
Puisi lama merupakan puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan. Aturan puisi lama seperti jumlah kata yang terdapat dalam 1 baris, jumlah baris yang terdapat dalam 1 bait, persajakan atau rima, banyak suku kata pada tiap baris, dan irama. 

Jenis Puisi Lama
  1. Mantra merupakan sebuah ucapan-ucapan yang masih dianggap memiliki sebuah kekuatan gaib
  2. Pantun merupakan salah satu puisi lama yang mempunyai ciri bersajak a-b-a-b, tiap baris terdiri atas 8 hingga 12 suku kata, 2 baris pada awal pantun disebut sampiran, 2 baris berikutnya disebut sebagai isi, tiap bait 4 baris.
  3.  Karmina merupakan salah satu jenis pantun yang kilat seperti sebuah pantun tetapi sangat penting
  4. Seloka adalah pantun yang berkait.
  5. Gurindam adalah puisi yang terdiri dari tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, dan biasanya berisi nasihat.
  6. Syair merupakan puisi yang bersumber dari negara Arab dan dengan ciri pada tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, biasanya berisi nasihat atau sebuah cerita.
  7. Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari bilangan genap seperti 6, 8, ataupun 10 baris.
Ciri-Ciri Puisi lama
Berikut ciri-ciri puisi lama : 
1.      Puisi lama bisanya berupa puisi rakyat dan tidak diketahui nama pengarangnya.
2.      Puisi lama masih terikat oleh berbagai aturan-aturan seperti dari jumlah baris pada setiap baitnya, sajak serta jumlah suku kata pada setiap barisnya.
3.      Disampaikan dari mulut ke mulut dan dapat disebut juga dengan sastra lisan.
4.      Menggunakan majas atau gaya bahasa tetap dan klise.
5.      Biasanya berisikan tentang kerajaan, fantastis, serta istanasentris.

Pengertian Puisi Baru 
Puisi baru merupakan puisi yang sudah tidak terikat oleh aturan, berbeda dengan puisi lama. Puisi baru memiliki bentuk yang lebih bebas dibandingkan puisi lama baik dalam jumlah baris, suku kata, ataupun rima.

Jenis Puisi Baru
  1. Balada merupakan salah satu jenis puisi baru. Balada merupakan puisi tentang cerita. Balada terdiri dari 3 bait dan masing-masing dengan 8 larik serta dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Lalu skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Pada larik terakhir dalam bait pertama digunakan refren dalam bait-bait selajutnya.
  2. Himne merupakan puisi yang digunakan sebagai pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau seorang pahlawan.
  3. Ode adalah puisi sanjungan bagi orang yang telah berjasa. Nada serta gayanya sangat resmi, bernada sangat anggun, dan membahas sesuatu yang mulia, memiliki sifat yang menyanjung baik itu terhadap pribadi tertentu atau suatu peristiwa umum.
  4. Epigram adalah puisi yang memiliki isi berupa tuntunan atau ajaran hidup.
  5. Romansa adalah puisi yang berisi tentang luapan perasaan penyair tentang cinta kasih.
  6. Elegi adalah puisi yang memiliki isi tentang kesedihan.
  7. Satire adalah puisi yang berisi tentang sindiran atau suatu kritikan.
  8. Distikon adalah suatu puisi yang tiap baitnya terdiri dari 2 baris (puisi 2 seuntai).
  9. Terzinaa adalah puisi yang pada tiap baitnya terdiri dari 3 baris (puisi 3 seuntai).
  10. Kuatrain adalah puisi yang pada tiap baitnya terdiri dari 4 baris (puisi 4 seuntai).
  11. Kuint adalah puisi yang pada tiap baitnya terdiri dari 5 baris (puisi 5 seuntai).
  12. Sektet adalah puisi yang pada tiap baitnya terdiri dari 6 baris (puisi 6 seuntai). 
  13. Septime, adalah puisi yang pada tiap baitnya terdiri dari 7 baris (puisi 7 seuntai).
  14. Oktaf atau Stanza merupakan puisi yang pada tiap baitnya terdiri 8 baris (double kutrain atau dapat disebut juga dengan puisi 8 seuntai).
  15. Soneta merupakan salah satu jenis puisi yang terdiri dari 14 baris yang terbagi menjadi 2, 2 bait pertama masing-masing terdiri dari 4 baris dan 2 bait kedua masing-masing 3 baris.
Ciri-Ciri Puisi Baru
  1. Ciri-ciri puisi baru antara lain: 
  2. Diketahui nama pengarangnya, berbeda dengan puisi lama yang tidak diketahui nama pengarangnya
  3. Perkembangannya secara lisan serta tertulis.
  4. Tidak terikat oleh berbagai aturan-aturan seperti rima, jumlah baris dan suku kata.
  5. Menggunakan majas yang dinamis atau berubah-ubah.
  6. Biasanya berisikan tentang kehidupan.
  7. Biasanya lebih banyak memakai sajak pantun dan syair.
  8. Memiliki bentuk yang lebih rapi dan simetris.
  9. Memiliki rima akhir yang teratur.
  10. Pada tiap-tiap barisnya berupa kesatuan sintaksis.
Struktur Fisik Puisi
  1. Rima atau Irama adalah persamaan bunyi yang terdapat pada puisi, baik itu di awal, tengah, atau di akhir baris puisi.
  2. Imaji merupakan suatu kata atau susunan kata-kata yang mampu untuk dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti perasaan, penglihatan, dan pendengaran.
  3. Diksi yaitu pemilihan beberapa kata-kata yang dilakukan penyair dalam karya puisinya.
  4. Kata konkret adalah kata yang dapat ditangkap dengan menggunakan indera yang dapat memungkinkan munculnya imaji.
  5. Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan efek serta menimbulkan konotasi tertentu. 
  6. Tipografi adalah bentuk puisi seperti pada halaman yang tidak dipenuhi dengan kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris pada tiap puisi yang tidak selalu dimulai dengan menggunakan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut menentukan dalam pemaknaan terhadap puisi.
Struktur Batin Puisi
  1. Tema atau makna; media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah suatu hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus memiliki suatu makna baik itu tiap kata ataupun keseluruhan.
  2. Rasa merupakan sikap penyair terhadap suatu pokok permasalahan yang ada dalam puisinya.
  3. Nada atau tone adalah sikap penyair terhadap pembacanya serta nada berhubungan dengan tema dan rasa.
  4. Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan dari penyair kepada pembaca puisi tersebut.
Itulah pengertian puisi dan berbagai hal mengenai Puisi.