BERBASIS WORKSHOP
UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SISWA DAN MENDORONG GURU MENJADI PEMBELAJAR
SEPANJANG HAYAT
MELALUI WADAH
KOMUNITAS
PENDIDIK INDONESIA PELOPOR PERUBAHAN
Oleh
NINA KRISNA
RAMDHANI, S.Pd, MM
Ketua dan Pendiri Komunitas PIPP
LATAR BELAKANG
Cerita sukses (success story) ini saya tulis ketika
saya mengikuti mata kuliah Manajemen Perubahan di kelas S3-A6 Kampus
Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. Pada saat itu dosen menjelaskan bahwa kehidupan
manusia dan organisasi selalu bergerak dan diliputi oleh perubahan secara
berkelanjutan. Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal.
Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau
berpikir tentang sesuatu. Perubahan adalah mengubah “cara
berpikir kemarin” untuk tidak lagi dipakai dalam memecahkan masalah
sekarang.
Setelah mengikuti kuliah, saya melakukan refleksi. Selama 10 tahun menjadi
guru, apakah saya sudah berubah? Perubahan apa yang sudah saya lakukan sebagai
guru? Bagaimana cara mengajar saya? Apakah sudah mengajar mengunakan model
baru? Atau masih mengajar dengan gaya lama? Kesimpulan hasil refleksi,
ternyata aku masih seperti yang dulu! Pantas saja pendidikan di Indonesia tak
maju-maju.
Sejak saat itu saya bertekad dalam diri ingin menjadi manusia baru. Ingin
menjadi guru yang berubah. Ingin menjadi agent of change yang
bisa memotivasi guru lain untuk bersama-sama berubah demi kualitas pendidikan
di Indonesia yang lebih baik. Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil
dan mulai dari sekarang.
MASALAH
Diberlakukannya
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bukti
pengakuan terhadap profesionalitas pekerjaan guru dan dosen semakin mantap.
Terlebih lagi di dalam pasal 14 dan 15 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial, meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional,
tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai
guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Bagi para guru pengakuan dan
penghargaan di atas harus dijawab dengan meningkatkan profesionalisme dalam
bekerja. Guru tidak selayaknya bekerja as usual seperti era
sebelumnya, melainkan harus menunjukkan komitmen perubahan dan tanggung jawab
yang tinggi. Setiap kinerjanya harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara
publik maupun akademik. Untuk itu ia harus memiliki landasan teoretik atau
keilmuan yang mapan dalam melaksanakan tugasnya mengajar maupun membimbing
peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran,
seorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik
menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode
pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat prefessional
judgement yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat.
Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus
menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal. Untuk mewujudkan hal
tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian
Tindakan Kelas.
Dewasa ini, dengan adanya
sertifikasi guru, para pendidik dituntut untuk mampu meneliti. Tuntutan agar
guru mampu meneliti semakin gencar dilakukan oleh pemerintah. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi guru dalam Jabatan, dalam Instrumen Portofolio Sertifikasi
Guru terutama komponen ke-7, guru disyaratkan memiliki Karya Pengembangan
Profesi, di antaranya membuat KTI berupa PTK. Kebijakan tersebut amat strategis
untuk merangsang dan menunjang tugas professional guru.
Oleh karena itu maka guru-guru
di sekolah harus dapat meneliti di kelasnya sendiri dengan tujuan memperbaiki
kualitas pembelajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK
sesungguhnya merupakan implementasi dari kreativitas dan kekritisan
seorang guru terhadap apa yang sehari-hari diamati dan dialaminya sehubungan
dengan profesinya untuk menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik
sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
Namun, peluang yang baik bagi guru diatas bukan tanpa
tantangan. Beberapa tantangan yang dapat penulis identifikasi diantaranya
adalah: (1). Masih banyak guru yang belum menyadari adanya masalah
pembelajaran di kelas, (2). Masih banyak guru yang kurang sensitive
terhadap masalah yang dihadapi oleh peserta didik, (3). Masih banyak guru yang
tidak ada kemauan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi peserta didik dalam
proses pembelajaran. (4). Masih banyak guru yang merasa sudah puas terhadap
pembelajaran yang telah dilakukannya, (5). Masih ada guru yang kurang
peduli terhadap hasil belajar siswa dan berkeyakinan bahwa nilai siswa dapat
direkayasa dengan mudah oleh guru, (6). Masih banyak guru yang malas
memperbaiki kualitas pembelajarannya, dan merasa cara mengajarnya sudah baik,
(7). Masih banyak guru yang belum mengenal PTK dengan baik, (8). Masih banyak
guru yang belum pernah melakukan PTK sama sekali di kelasnya, (9). Masih banyak
guru yang sudah memiliki PTK namun bukan dari hasil penelitian yang
sesungguhnya, melainkan PTK hasil download di internet, (10). Masih banyak
guru yang belum melakukan refleksi dan berpikir balik untuk melihat sisi lemah
pembelajaran, (11). Masih banyak guru yang kurang mampu menguasai teknologi
komputer, (12). Masih banyak guru yang alergi meneliti, phobia pada statistik
dan perhitungan angka-angka (13). Masih banyak guru yang belum bisa menuangkan
pengalaman mengajarnya yang berharga (best practice) dalam bentuk
tulisan.
CARA MENYELESAIKAN MASALAH
Sebagai guru yang ingin berubah dan menjadi agen perubah,
penulis berinisiatif membuat sebuah wadah yang diberi nama “Pendidik
Indonesia Pelopor Perubahan” atau disingkat PIPP. Wadah ini bertujuan untuk
memfasilitasi guru-guru yang ingin berubah, ingin belajar meneliti, ingin
belajar menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya demi memperbaiki
kualitas pembelajaran di kelasnya. Wadah kegiatan berbasis workshop ini
pd dasarnya bertujuan menanggapi perkembangan iptek yg
menuntut penyesuaian dan pengembangan profesional guru. Melalui wadah ini
para guru berkomunikasi, berkonsultasi, dan saling berbagi informasi serta
pengalaman berharga (Best Practice) dalam bentuk karya tulis ilmiah.
PIPP diharapkan
mampu menjadi wadah vital yg profesional bagi guru untuk mereform dirinya
agar mampu menyiapkan peserta didik
yg tangguh, kreatif, kritis, dan terampil di zamannya.
Sejak resmi di bentuk pada
tanggal 20 Januari 2016 dan berbadan hukum di Menkumham pada tahun 2017, PIPP telah
sukses melatih guru sebanyak 500 orang dari berbagai jenis pelatihan. Para change
educators tersebut hadir secara mandiri sukarela dari berbagai
penjuru kecamatan di wilayah kabupaten Bogor. Mereka hadir berkorban waktu,
tenaga, pikiran dan materi demi terwujudnya tujuan perubahan.
Setidaknya ada 3 (tiga)
tujuan yang ingin dicapai oleh para guru dalam mengikuti berbagai kegiatan
workshop ini, yaitu:
1. Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Saya sering mendapat keluhan dari siswa dan mahasiswa
perihal metode mengajar yang digunakan guru atau dosennya. Pada umumnya,
keluhan itu berisi tentang dosen atau guru yang menggunakan metode konvensional
atau ceramah sehingga membosankan para siswa atau mahasiswa. Mendapat keluhan
itu, mestinya guru dan dosen merefleksikan pembelajarannya. Mungkin pendekatan,
strategi, model, metode, atau media pembelajaran yang digunakan guru
atau dosen dirasa siswa atau mahasiswa kurang menarik.
PTK merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi
itu karena PTK bertujuan untuk memerbaiki kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Kualitas proses dapat ditingkatkan
melalui pengubahan perilaku negatif siswa atau mahasiswa menjadi
positif. Motivasi belajar yang tinggi tentu akan memengaruhi kualitas
hasil. Kualitas hasil dapat dilihat pada perolehan nilai sehingga
minimal mencapai batang ambang batas minimal atau Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Selain itu pelatihan INOBEL (Inovasi Pembelajaran) juga menjadi salah
satu alternatif cara memperbaiki dan meningkatkan proses maupun hasil
pembelajaran yang banyak diminati guru. Ada banyak jenis KTI sebenarnya jika
guru ingin benar-benar mengelutinya secara serius.
2. Kredit Point untuk Kenaikan Pangkat.
Umumnya kepangkatan guru mentok di IVa atau Pembina. Jarang
sekali guru berhasil memiliki pangkat IVe atau Guru Utama. Kondisi ini
disebabkan keengganan guru untuk menulis karya ilmiah karena kenaikan pangkat
dari IVa ke IVb memang diharuskan dilengkapi dengan karya ilmiah.
Berdasarkan peraturan terbaru, Permenneg PAN dan
RB No. 16/2009, pasal 17 tentang Jenjang Jabatan Fungsional Guru
kebutuhan Angka Kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan adalah sebagai
berikut:
3. Membangun Budaya Meneliti dan Menulis
Konon kemampuan membaca dan menulis guru dan dosen di
Indonesia masih tergolong lemah. Kondisi ini dapat dilihat dari minat baca dan
membeli buku yang masih rendah. Jika sering membaca dan menulis, tentu otak
akan selalu dipenuhi oleh ide-ide segar yang teramat berharga untuk
pengembangan selanjutnya. Menulis dan merancang KTI tentu harus didukung oleh
kegemaran membaca buku sebagai referensi.
Membangun budaya meneliti guru yaitu dengan menulis
berbagai jenis KTI. Mengumpulkan data, mengolah data, sederhanakan
data, analisis, dan refleksikan secara menyusun persiapan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang diikuti pelaksanaan observasi, mengolah data,
menyederhanakan data, menganalisis dan mengkaji ulang atau refleksikan secara
bersama-sama, dilanjutkan dengan penyusunan persiapan pembelajaran berikutnya. Begitu
seterusnya. Maka kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan seperti ini
sudah dikatakan bahwa guru telah membangun budaya meneliti.
Diharapkan pelaksanaan KTI
tidak akan menjadi beban bagi guru, melainkan sebaliknya, ia akan menjadi media
yang baik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang akan bermuara pada
peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa, lebih jauh
diharapkan dapat menjadi media untuk peningkatan profesionalisme yang akan
bermuara kepada kesejahteraan guru.
SIMPULAN
Saya dan kita semua berharap
agar para pendidik di Indonesia mampu menunjukkan otonominya sebagai pekerja
profesional. Guru yang professional salah satunya tercermin dari
kemampuannya dalam membuat Karya Tulis Ilmiah. Guru yang profesional adalah
guru yang memiliki self confidence untuk mempublikasikan
hasil karyanya.
Untuk dapat mewujudkan itu
semua, para pendidik butuh wadah yang dikelola secara professional agar
semangat membangun budaya meneliti dan menulis berkembang dan terpelihara
dengan baik. Wadah yang bukan hanya sekedar transfer of knowledge,
tetapi wadah yang membuka ruang kreativitas dan mengapresiasi produk-produk
penelitian dan tulisan yang dihasilkan dalam kegiatan berbasis workshop.
Komunitas PIPP yang
saya gagas dan saya bangun bukan milik saya pribadi, melainkan milik kita
bersama. Karena majunya pendidikan di Indonesia mustahil dipikul oleh
perorangan. Kita harus bergerak bersama-sama membangun sinergi dengan semangat
perubahan menuju kualitas pendidikan yang lebih baik. Grand design PIPP
adalah menjadikan para pendidik, para change educators, dari Sabang
sampai Merauke dapat merubah mindsetnya tentang mengajar dan
tentang pilihan hidupnya menjadi seorang pendidik.
PELAJARAN YANG DIPEROLEH
Jadilah guru pembelajar. Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar
dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan dimanapun. Guru pembelajar adalah guru yang semangat belajarnya 5W1H
: Whatever, Whenever, Wherever, Whoever, Why and However.
Manfaatkan KKG/MGMP di wilayah kita masing-masing sebagai wadah mengUpgrade diri.
Manfaatkan wadah-wadah pelatihan yang dikelola secara professional untuk
mengembangkan profesionalisme guru.
Jangan berhenti dan merasa puas dengan capaian yang as usual,
tapi kembangkan kebutuhan untuk selalu memperbaiki diri secara
terus-menerus (continous improvement) melakukan yang terbaik bagi
peserta didik kita. Tumbuhkan rasa percaya diri bahwa guru adalah agent
of change bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dan bahkan
dunia.
PENUTUP
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan
belang, manusia mati meninggalkan karya. Pelajaran berharga yang dapat kita
petik dari tulisan ini adalah : Jangan berhenti berkarya! Karena satu karya
akan lebih bermakna dari seribu kata. Perlu disadari bahwa guru itu sangat
kaya. Kaya dengan data, kaya dengan fakta, kaya dengan cerita. Manfaatkan
kekayaan itu semua untuk dapat diolah menjadi ilmu pengetahuan yang akan
berguna dan memberi inspirasi bagi banyak jiwa. Selamat berkarya!Selamat
bergabung di Komunitas Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan!